SLOT777 - Situs Judi Slot Gacor 777 Terbaik Gampang Menang Terpercaya No 1 Resmi

Komisi X DPR: Ortu-Guru Perlu Tahu Batasan dalam Mendidik-Melakukan Kekerasan

Diperbarui:2024-11-02 10:32    Jumlah Klik:178
Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian (Rifka/detikcom)Komisi X DPR menyorot guru dan orang tua perlu menyamakan pandangan soal batasan tindakan mendidik-mendisiplinkan dan tindak kekerasan pada anak.Foto: Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian (Rifka/detikcom)Jakarta -

Perbedaan pandangan soal mana yang tindak kekerasan dan yang tidak di lingkungan sekolah menjadi salah satu dasar laporan orang tua atas dugaan kekerasan guru pada siswa.

Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian mengatakan, mediasi konflik guru dan orang tua dalam hal ini penting agar perbedaan pandangan tersebut diselesaikan. Sebelum laporan terjadi, koordinasi guru-orang tua juga seharusnya intens dan berkala agar perkembangan perilaku dan akademik anak dipahami kedua belah pihak.

Baca juga: Puan Maharani: Saya Harap Ada Keadilan bagi Guru Supriyani

Sementara itu, Hetifah menilai guru juga perlu membuka ruang bagi siswa dalam menjelaskan perilakunya yang dipandang tidak disiplin. Ia mencontohkan, dari sudut pandang guru, seorang siswa yang tengah menjelaskan materi pada temannya bisa tampak seperti sedang mengobrol atau bercanda di jam pelajaran.

Saat tidak diberi ruang untuk menjelaskan dirinya, seorang anak dapat menilai dirinya tengah mengalami kekerasan saat guru merasa sedang mendisiplinkan siswa.

"Anak-anak sebenarnya juga punya hak untuk menyampaikan, bahwa sebenarnya mereka bukan mengobrol, tapi tadi dia punya alasan. Walaupun itu hanya dilempar kapur, itu juga memberikan tekanan tersendiri bagi anak-anak zaman sekarang," kata Hetifah dalam Detik Sore Dilema Guru: Enggan Menghukum karena Takut Dihukum, Selasa (29/10/2024).

Baca juga: Beri Guru Ruang Disiplinkan-Bimbing Siswa, Ortu Jangan Intervensi Terus!Batasan Tindak Kekerasan Menurut UU dan Peraturan Menteri

Berdasarkan UU No 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.

Sementara berdasarkan Permendikbudristek No 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP), bentuk kekerasan terdiri atas kekerasan fisik, kekerasan psikis, perundungan, kekerasan seksual, diskriminasi dan intoleransi, kebijakan yang mengandung kekerasan dan bentuk kekerasan lainnya.

Bentuk kekerasan di atas dapat dilakukan secara fisik, verbal, nonverbal, dan atau melalui media teknologi informasi dan komunikasi.

"Memang guru juga harus meningkatkan pemahaman dan juga dibekali dengan keterampilan yang berbeda, teknik-teknik nonkekerasan, mengatasi siswa yang sulit," ucap Hetifah.

Untuk itu, pemberian hukuman di sekolah pun menurutnya perlu dipikirkan kembali agar tidak merugikan pihak mana pun. Hal ini turut berlaku bagi hukuman fisik seperti lari.

"Apakah hukuman harus seperti itu? Harus melibatkan fisik? Atau ada cara-cara lain?" katanya.

Apa pendapat detikers soal fenomena kriminalisasi guru karena tudingan ortu ada dugaan kekerasan guru pada siswa? Bagikan pandanganmu di detikEdu POV, klik https://detik.com/edu/pov.

20DVideo: Pasutri yang Aniaya Anak hingga Babak Belur di Jaktim Jadi Tersangka20DVideo: Pasutri yang Aniaya Anak hingga Babak Belur di Jaktim Jadi Tersangka(twu/nwk)

Kategori
Berita Terbaru