Ilustrasi emas - Foto: ShutterstockJakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti peningkatan risiko geopolitik dan melemahnya aktivitas perekonomian secara global. Menurut Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar, pertumbuhan ekonomi mengalami divergensi di antara negara-negara utama dunia. Ekonomi dan pasar tenaga kerja Amerika Serikat (AS) cenderung membaik dari ekspektasi, serta membaiknya permintaan domestik. Kondisi serupa juga terjadi di Eropa yang terlihat dari membaiknya penjualan retail, meskipun sektor manufakturnya masih relatif tertekan. "Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada bulan ketiga masih menunjukkan perlambatan baik dari sisi permintaan, demand, maupun pasokan, supply, sehingga mendorong pemerintah dan bank sentral terus mengeluarkan berbagai stimulus di Tiongkok," katanya dalam Konferensi Pers RDK Bulanan Oktober 2024 secara virtual, Jumat (1/11/2024). Mahendra juga menyoroti instabilitas di Timur Tengah yang saat ini terjadi. Ia menilai kondisi itu membuat harga komoditas safe haven seperti emas meningkat tajam. "Risiko geopolitik global yang meningkat turut menjadi tantangan bagi prospek perekonomian ke depan, dan instabilitas yang terjadi di Timur Tengah menyebabkan harga komoditas yang dianggap sebagai safe haven seperti emas meningkat tajam," tutur Mahendra. Baca juga: Dari Emas hingga Kopi, Ini yang Bikin RI Akhirnya Inflasi LagiPerkembangan tersebut juga menyebabkan premi risiko meningkat dan kenaikan yield secara global, sehingga mendorong aliran modal keluar dari negara emerging dan negara berkembang, termasuk Indonesia. Meski begitu kinerja perekonomian secara umum di dalam negeri masih terjaga stabil. "Inflasi inti terjaga serta neraca perdagangan tetap mencatatkan surplus pada bulan Juli 2024. Namun, perlu dicermati Purchasing Managers Index atau PMI manufaktur yang masih berada di zona kontraksi serta pemulihan daya beli yang berlangsung relatif lambat," tutupnya. Lihat Video: Analisa Harga Emas
[Gambas:Video 20detik] (kil/kil) |